Senin, 12 November 2012

Gunung Patuha kawah putih, tawarkan pariwisata edukasi


Gunung Patuha kawah putih, tawarkan pariwisata edukasi
Kunjungan objek wisata  kawah putih bukan hanya menawarkan wisata pandangan mata saja, tetapi lebih memperhatikan flora sebagai tanaman koleksi gunung Patuha.  Daya tarik objek wisata kawah putih  berada  pada kaki gunung Patuha, kawasan hutan lindung Patuha banyak mengkoleksi  berbagai jenis tanaman, seperti cantigi yang berfungsi sebagai obat-obatan, pohon-pohon rimba campur yang menyatu kekhasan sebagai simbol hutan alam.
Tak hanya itu, kekayaan fauna yang terdapat di kawah putih juga menjadi daya tarik wisatawan seperti Surili, sejenis monyet kecil Hanoman yang sekarang menjadi icon kota Bandung. Banyak sebagian orang  belum mengetahui legenda kawah putih yang harus disosialisasikan menurut Berthus, general Manager kawah putih. Hikayat wisata kawah putih juga menyimpan mitos rakyat dalam bentuk binatang “domba lukutan” atau dalam bahasa sunda “domba lumutan” dari gunung Patuha. Domba ini menurut mitos rakyat dianggap sebagai domba “jadi-jadian” warnanya hijau seperti rumput dan konon katanya terkadang suka turun gunung mencari sisa makanan, banyak sekali cerita domba lukutan yang dianggap misteri karena domba itu adalah jelmaan dari seorang kakek penggembala. Adapun cerita lain mengenai makam-makam patilasan leluhur bernama Sunan Rama kasepuhan, eyang dari Jagasatra yang menunggu gunung patuha. Gunung patuha dikenal sebagai gunung tua.
Gunung patuha jika dilihat dari segi keilmuan pada abad ke-17, kawasan ini memang angker. Dalam obrolan masyarakat Rancabali, banyak manusia dan burung mati pada saat melewati kawah. Banyak  peneliti pada zaman penjajahan Belanda mendaki gunung patuha untuk mencari harta terpendam.  Dr. Peter Jung Hun turunan Belanda Jerman yang pertama kali menemukan kawah putih di Gunung patuha. Awalnya ia mendaki mencari pohon “kina” yang tentunya sangat berharga bagi jenis rempah-rempah dari tanah Indonesia. Pada saat mendaki ia mencium bau aneh dan ditemukanlah gua blerang oleh jung Hun, maka dari itu penyebab matinya burung yang melewati kawah dikarenakan aroma blerang yang menyengat. Sampai sekarang puing-puing tersebut masih tercecer di dekat kawah, gua tersebut menurut cerita lorongnya bisa menembus bekas pabrik blerang di kawasan Cibodas Ciwidey.
Seiring perjalanan waktu, penjajahan beralih diduki  oleh Jepang, pada saat itu kawah putih dijadikan konservasi hutan Lindung dan  kemudian di hak patenkan oleh pemerintahan Indonesia pada tahun 1991 dan mulai dikenalkan oleh Perum Perhutani wilayah Bandung. Kawah putih sebetulnya memiliki dua kawah, yaitu kawah yang berwarna putih dan kawah “saat “(tidak ada air menggenang). Menariknya lagi, kawah saat terdapat sarang burung Elang Jawa.
Kawah putih terletak di daerah kabupaten Bandung tepatnya lagi di jalan Patengan Rancabali kecamatan Rancabali  Jawa Barat. Disamping cerita  legenda kawah putih dan kajian ilmiah, saat ini kawah putih dalam pengembangannya lebih mengdepankan program edukasi wisata (Ecological Education)salah satunya pada pengelolaan flora dan fauna. Terlebih beragam fasilitas kelengkapan pelayanan yang ditawarkan berupa pusat informasi lengkap yang representatif kemudian ditambah lagi Mushola untuk umum. Dalam pengembangannya kedepan akan ditambah galeri berupa foto dan satwa  dan cinderamata sebagi brand kawah putih. “Kios-kios usaha kemitraan saat ini tidak diperbolehkan berdagang di zona inti karena dapat merusak kekhasannya, tutur Berthus. “Lagipula undang-undang dan peraturan pemerintah melarang pedagang berada di areal kunjungan”tambahnya.
Bagi anda yang ingin mencoba mendaki Gunung patuha kawah putih bisa menggunakan fasilitas “ontang-anting” mobil pengangkut penumpang dengan tarif Rp.10.000/ orang. Jika ingin menggunakan mobil pribadi anda bisa merogoh kocek Rp.150.000/ mobil, bila anda menggunakan sepeda motor Rp 5.000 dan untuk tarif per orang bisa dikenakan Rp. 12.000 di akhir pekan. “Jika saat peak season ribuan motor akan naik ke kawah, dengan begitu kita mengantisipasi agar naik ontang-anting saja,”Tukas berthus.  Teks: Ridho Rakhman       
               

Selasa, 14 Agustus 2012

"KIsah Usang' Coffee Reggae Stone


 “Kisah Usang sampai tetek bengeknya dalam (Coffee Reggae Stone)
Mengenai kisah usang, banyak pemerhati musik bilang kalau musik itu harus punya aura positif yang sifatnya memberikan energi baru untuk selalu lebih baik. Tapi di album kisah usang ini kami hanya membentuk ruang imaji baru yang sudah basi. moment yang tidak bisa dipisahkan oleh kejadian yang dialami, sekarang jamannya kata “galau” banyak dipakai untuk program kepentingan segmentasi, semisal pada program radio. Mereka memberikan aura negatif kepada khalayak (pendengar) dan kata “galau’” tadi menjadi nilai jual. kisah usang ini memberikan suatu yang lampau, tidak terpakai, bahkan lirik tersebut masih berada dalam laci-laci yang harus dikeluarkan. Sama halnya dengan program radio tadi, kami memberikan keutuhan lagu dalam proses pengkaryaan CRS dengan tema reggae tak mesti pantai, giting, politik, dan eksistensi.  kami sesuaikan dengan iklim kami di Cicalengka, dengan kehidupan yang bersahaja meski memang Reggae adalah bisa dibilang musik sub culture, counter kultur atau apalah namanya. Memang benar apa yang dikatakan mas Rudi dari tabloid Reggae Indonesia bahwa ada sebuah tagline yang berbunyi “me- Reggaekan masyarakat Indonesia” kalau tidak salah, jadi menurut kami, pernyataaan tersebut belum bisa kami jadikan pedoman. Bentuk-bentuk idealisme dalam budaya musik orang lain yaitu ‘Reggae” tidak bisa diaplikasikan di negara kita Indonesia. Kami hanya sebagai penikmat dalam perjuangan hidup kami, bukan sebagai bentuk revolusi dalam kemaslahatan berpolitik ,rasisme dan sebagainya.  tapi toh ada juga kawan-kawan sejenis lain yang menyukai musik reggae dan berkecimpung dalam dunia politik, realisme sosial, bintang merah dan sebagainya itu sah-sah saja. Kami sebagai komunal dalam peradaban kecil, kawan-kawan komunitas berusaha untuk menghibur diri, mengapresiasikannya melalui berkarya lewat musik. Embel-embel mengenai hal-hal yang memabukan justru bagi kami adalah hal yang wajar, karena memang dosa manusia itu mencari kebahagiaan yang secuil (Stimulate your mind), tergantung dari individu masing-masing yang mempresepsikannya. “tapi awas kami hanya punya suatu pernyatan yang kami pegang, bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.  terimakasih